Penjelasan Tentang DSP dan SSP

Tentang Demand Side Platform dan Suply Side Platform. Pada posting sebelumnya, telah disebutkan banyak istilah di dunia onlne display advertising, yang banyak menjadi pertanyaan adalah pengertian apa itu DSP (demand side platform) dan SSP (supply side platform). Untuk memahami DSP dan SSP, kaitannya dengan AdNetwork, AdExchange dan trend ke depan, mari kita coba pelajar sejarah online display advertising

Pada jaman dahulu kala, ketika internet baru muncul dan mulai digunakan banyak orang dari segala profesi, muncullah publisher/website pembuat blog yang banyak dikunjungi website tersebut berupa

1. Direktori url
2. Search engine
3. Portal berita
4. Forum komunitas
5. Iklan baris
6. Game dan sebagainya

Dengan banyaknya pengunjung di website tersebut,  mulai-lah marketer/brand owner melirik media baru tersebut.
industri periklanan online pun dimulai. Marketer / brand diwakili oleh agency mulai meminta pemasangan
iklan banner / text pada website popular dengan hitungan durasi periode waktu.

waktupun bergulir terus, website popular terus kebanjiran order pemasangan iklan tapi slot terbatas, dan bersamaan dengan itu, berkembanglah website-website/publisher/blog/portal baru

pada tahap ini masalah yang muncul adalah

1. Dari sisi publisher : slot/space terbatas,
request pemasangan perperiode dirasa kurang efektif, karena
brand/advertiser baru harus menunggu iklan selesai dahulu dari advertiser
yang lama.
2. Dari sisi advertiser : dengan makin banyaknya website/publisher baru,
pekerjaan untuk melakukan deal/negoisasi dengan sejumlah publisher cukup menyita banyak waktu

solusi untuk masalah ini, munculah AdNetwork

AdNetwork membantu advertiser dalam penyebaran iklan ke banyak publisher/website sekaligus dengan
kategori yang sesuai dengan produk/jasa dari brand tersebut. perhitungan mulai menggunakan
metode CPM (cost Per Mile) , CPC (cost per click) dan CPA (cost per Action).

Waktupun masih bergulir terus, semakin banyak adnetwork bermunculan,
publisher baru bermunculan dan advertiser baru juga bermunculan. situasi kian kompetitif,

Masalah yang muncul di tahap ini adalah
1. dari sisi publisher : banyak pilihan untuk memilih adnetwork, akan tetapi  fill rate / frekuensi iklan yang muncul tidak selalu 100%, kadang-kadang iklan tidak muncul sama sekali pada periode tertentu. memilih adnetwork baru-pun, mengalami masalah serupa. harga CPM dan CPC ditentukan oleh adnetwork yang diikuti. pada tahap ini, publisher besar lebih memilih direct advertising ketimbang adnetwork. dikenal istilah Premium Inventory
dan remnant inventory. Premium inventory adalah slot/space iklan yang khusus untuk direct advertiser,
sedangkan remnant inventory adalah istilah untuk slot/space iklan khusus untuk adnetwork.
dengan pendapatan premium inventory yang lebih besar ketimbang remnant inventory,
Publisher merasa ada peluang revenue lebih yang terlepas.

2. Dari sisi Advertiser : dengan makin banyaknya adnetwork baru,  pekerjaan untuk melakukan deal/nego/reporting/analisis performance campaign cukup menyita waktu.  Format/lay-out/metode laporan berbeda-beda dari masing adnetwork. Rate harga pada diasumsikan sama, tidak tergantung kepada, profile demografi audience.
harga CPM / CPC dipukul rata dengan nilai yang sama.  Advertiser merasa pemberian cost harga yang sama (CPM dan CPC) untuk setiap visitor pada suatu media tidak efisien. seharusnya harga bisa disesuaikan dengan
profiling audience bukan dengan jenis inventory media.

untuk mengatasi masalah ini, munculah Ad-Exchange

Ad-Exchange adalah platform yang memfasilitasi real-time bidding, penjelasan lebih rinci tentang real time bidding dapat diikuti disini.  Ad-Exhcange terkoneksi ke banyak Ad-Network, sejalan dengan muncul-nya adExchange,
muncul pula optimasi metode campaign seperti retargeting.

pada tahap ini, era inovasi di industri online advertising dimulai. Inovasi dan kolaborasi/kerjasama sesama pemain online advertising tumbuh pesat.

Sepertinya istilah Ad Exchange terinspirasi kepada Stock Exchange, karena cara kera yang mirip

pada stock exchange, pialang saham mewakili investor membeli sejumlah stock milik suatu perusahan
pada ad exchange, agency mewakili advertiser membeli space iklan pada publisher

Waktu masih bergulir terus, problem yang muncul adalah

1. Dari sisi publisher : publisher merasa perlu muncul suatu platform aplikasi yang dapat melakukan optimasi campaign performance agar dapat menaikkan revenue mereka.

2. dari sisi advertiser : advertiser merasa perlu satu system terintegrasi baik yang mendukung aktivitas advertiser dalam melakukan digital online campaign. system mengatur harga / cost campaign lebih efektif, report real-time yang cepat , mudah dipakai dan dipahami.

pada tahap ini, muncullah DSP (Demand Side Platform),yaitu platform aplikasi terintegrasi dengan ad exchange, ad network, publisher dan layanan third party pendukung seperti Ad-Server , Data Management Platform, Data Optimation, Media Attribution, creative optimation. Layanan third-party ini mendukung industri online dari segi pembuatan materi iklan/banner, pelaporan report campaign real-time, pengumpulan data pengunjung, penterjemahan data mentah menjadi analisa demografi data pengunjung.

DSP membantu Advertiser dalam melakukan penawaran harga ke adnetwork/publisher melalui programatik. maksudnya programatik, adalah harga dinamis tergantung kepada faktor

1. Jumlah demand / permintaan akan target demografi audience yang terjadi saat itu. Bila ada banyak brand yang memerlukan demografi (Umur, Gender, Lokasi) audience yang sama, maka harga akan cenderung naik.

2. Jumlah supply dalam hal ini adalah jumlah audience yang diharapkan oleh brand/advertiser. apabila data audience lengkap tidak sekedar demografi (umur, gender,lokasi) akan tetapi data seperti user behaviour, history brwosing user audience, status responded ekonomi, marital status , jumlah anak, income dan sebagainya, maka harga akan cenderung tinggi

mekanisme antara supply dan demand tersebut akan dikalkulasi oleh system aplikasi komputer secara realtime, dan penawaran tertinggi dari advertiser akan meloloskan materi iklan banner kepada publisher dengan target audience yang diharapkan. harga CPM biasanya berkisar antara $1 sampai  dengan $10 CPM.

Berdasarkan pengalaman, bidding antara $2 CPM sampai dengan $4 CPM dapat memproleh winrate (persentase kemenangan) diatas 50% untuk demografi lokasi Indonesia.

Bila DSP dibuat untuk membantu advertiser, maka SSP (supply side platform) dibuat untuk membantu publisher dalam menentukan rate harga. Bagi publisher besar, selisih harga premium inventory dengan remnant inventor berbeda cukup jauh. dengan SSP , publisher dapat menentukan harga minimal CPM yang di-inginkan, misalkan publisher hanya mengizinkan harga CPM diatas $5 CPM, maka apabila ada supply iklan yang masuk pada publisher tersebut di harga $4, maka SSP tidak akan mengizinkan iklan tersebut mampir ke publisher ini.

perkembangan DSP dan SSP meningkat sejak tahun 2010 untuk market luar seperti Amerika, eropa dan Jepang, perkembangannya bisa dibaca di artikel techcrunch disini

untuk mengenal siapa pemain DSP dan SSP global, bisa dlihat pada gambar dibawah ini

Sumber : Luma Partners

 

 

 

 

 

Tags: ,

Switch to our mobile site