Chatbot dan caleg, Sudah diperlukan atau terlalu berlebihan ?

Chatbot adalah aplikasi yang disisipkan pada software mesengger seperti Facebook Messenger, Line Bot, Telegram Bot, Website, Skype, Slack ataupun website. Fungsi chatbot adalah menjawab automatis pertanyaan dari user/pengguna.
Chatbot memudahkan pemiliknya dalam menangani pembeli,pengguna ataupun pelanggan. User yang berinteraksi dengan chatbot akan
terasa seperti berbicara dengan manusia beneran / real-human.

Caleg adalah calon legislatif, yaitu individu yang akan mewakili suara masyarakat dalam lembaga negara yang disebut DPR. Untuk dapat mewakili sekelompok masyarakat, Caleg harus mendapatkan sejumlah suara dari masyarakat yang terwakili-nya.
Suara caleg diharapkan setidaknya sama dengan suara masyarakat yang diwakili-nya.
Apakah ada hubungannya caleg dengan chatbot ?. Bila caleg itu adalah suatu produk, maka tentu saja caleg harus memikirkan bagaimana masyarakat dengan sukarela memilihnya,
selama ini caleg mengeluarkan strategi untuk meraih simpati calon pemilihnya, bisa dengan bagi-bagi sembako, membagi-bagi kaos, membagi souvenir, menulis di media cetak tentang opininya terhadap sesuatu, melakukan pekerjaan sosial. Sejalan dengan kemajuan teknologi, caleg saat ini membuka fans page di social media, aktif bersosialisasi di twitter, instagram, messenger. Membuka website ataupun blog sebagai tempat menyimpan membagikan catatan aktivitas sehari-hari.Caleg yang bermodal tidak segan-segan mengeluarkan biaya advetising/iklan agar dapat tampil pada baliho, spanduk, billboard, radio ataupun TV.

Bagaimana apabila Caleg mempertimbangkan media chatbot sebagai media baru untuk memperkenalkan eksistensi-nya kepada masyarakat?.
Caleg dapat membuat dirinya dekat dengan masyarakat melalui pembicaran one-to-one kepada calon pemilihnya. Calon pemilih serasa sedang chatting berdua dengan calon yang akan dipilihnya pada pemilu 2019 nanti. Apakah bahan chatting yang akan menjadi topik menarik ?.Pembahasan mengenai issue politik yang sedang beredar, latar belakang caleg tersebut, misi dan visi caleg serta pandangan politik yang sama antara caleg dengan calon pemilihnya akan menjadi konten yang menarik. Apakah dengan adanya website, blog ataupun twitter sudah cukup ?
Kita akan bahas satu persatu fungsi website, blog dan twitter untuk caleg. Website/blog pada umumnya dimiliki oleh partai, ada caleg atau politisi yang juga memiliki website/blog. Pada websit/bloge pada umumnya orang jarang berkunjung bila tidak ada informasi/konten yang diperbaharui terus menerus.
untuk mencari topik sesuatu pada blog, pengunjung melakukan search, itu juga bila ada fasilitas search pada website/blog tersebut. Media Favorit politisi saat ini adalah Twitter, Politisi mengandalkan twitter untuk menyuarakan opini dan pandangannya terhadap peristiwa terkini. Berinteraksi melalui twitter kadang memancing emosi sehingga antar pengguna yang sedang bertikai sering mengeluarkan pernyataan yang emosional dan ujungnya akan berakhir dengan penghapusan tweet kontroversial ataupun berakhir di meja hukum pengadilan.

Bila anda sebagai caleg dan saat ini mengandalkan blog,website ataupun twitter untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat?, Apakah pernah mempertimbangkan media baru chatbot sebagai channel baru ?
Calon pemilih/user anda tidak perlu install aplikasi mobile baru, cukup dengan aplikasi yang sudah ada seperti TelegramBot, line messenger, facebook messenger, skype, slack , Kik ataupun website , user anda dapat menemukan anda pada platform tersebut.
Konten tentang latar belakang anda, riwayat pendidikan, riwayat pekerjaan, pandangan anda tentang strategi pertumbuhan ekonomi daerah, pemerataan ekonomi, menaikkan lapangan kerja, menurunkan jumlah pengangguran, alokasi biaya pendidikan, biaya kesehatan, kesemuaya itu disimpan pada aplikasi chatbot.
Dengan teknologi yang dinamakan NLU (Natural language understand), konten tersebut dapat dipiliah, diklasifikasikan, disajikan sebagai konten tanya jawab antara anda yang diwakili chatbot dengan user anda.
Bagaimana teknologi itu NLU itu bekerja ?. Bila user-user anda bermaksud menanyakan riwayat pendidikan, user-user tersebut akan mengeluarkan variasi ribuan pertanyaan seperti ini misalnya?

1. Dulu sekolah di mana saja ?
2. Latar belakang pendidikan anda ?
3. Bisa dijelaskan riwayat pendidikan saudara ?
4. Saudara dulu makan sekolahan di mana aja ?
5. Bro, ente pernah sekolah ? di mana aja ?
6. Sis, saya ingin tahu dong latar pendidikan sis ?
7. Dulu pernah kuliah ?
8. SD, SMP, SMA di mana aja ?
9. Pernah sekolah ? di mana ?
10. Tolong sebutkan latar belakang pendidikan anda !
dan variasi ratusan ribu pertanyaan yang intinya menanyakan latar belakang pendidikan anda.

Dalam terminoologi chatbot, hal ini disebut sebagai Intent yaitu Maksud. Dari variasi ribuan pertanyaan ini, Aplikasi AI pad chatbot mendeteksi 1 intent yaitu menanyakan riwayat pendidikan ?.vApakah kita perlu melakukan input variasi ribuan pertanyaan tentang riwayat pendidikan caleg ini ?. Tidak perlu, cukup seperlunya saja, maka teknologi akan melakukan prediksi, klasifikasi, memberikan scoring terhadap chatting user. Aplikasi AI akan berusaha mengumpulkan scoring tertinggi dari chat user tersebut, bila score untuk intent/maksud bertanya tentang riwayat pendidikan memperoleh score tertinggi dibandingkan dengan intent yang lain, maka aplikasi chatbot akan menjawab pertanyaan tentang latarg belakan pendidikan. Contoh konkrit begini

user bertanya : Sekolah SMA Anu di Banten kekurangan dana, banyak gaji guru honorer yang belum dibayar hingga 9 bulan, bagaimana pendapat anda ?

Aplikasi chatbot akan menganalisa kata-kata tersebut,
katakan pada chatbot terdapat intent sebagai berikut

1.Intent : Riwayat pendidikan caleg
2.Intent : Riwayat pekerjaan caleg
3.Intent : Issue tentang Pemerataan Ekonomi
4.Intent : Issue tentang kesenjangan sosial
5.Intent : Issue tentang tunjangan guru honorer
6.Intent : Issue tentang tersedianya lapangan pekerjaan
7.Intent : Pertanyaan tentang dapil wilayah mana caleg ini berada

Aplikasi chatbot akan mengklasifikasikan dari pertanyaan user, kira-kira manakah yang mendekati intent yang dimaksud. Ternyata dari perhitungan chatbot , pertanyaan diatas ini lebih tinggi scorenya untuk intent nomor 5 ketimbang intent nomot 1. Maka chatbot akan menampilkan jawaban untuk untent nomor 5.
Apakah chatbot bisa salah ? ya tentu saja, bila data untuk Intent tidak ada, atau data kata per kata gagal dianalisa sebagai suatu intent tertentu. Bila hal ini, maka chatbot perlu ditraining. Apakah yang dimaksud training ?,
Chatbot perlu diajari kembali dalam mengenal suatu kata dan perlu dibuat intent tambahan untuk pertanyaan tersebut.
Chatbot akan semakin pintar bila setiap saat rajin di-training.

Contoh lain :
User bertanya : SMA di anu sepertinya ada mismanajemen, dana yang turun dari pusat, tidak digunakan semestinya, tidak ada fasilitas tambahan pada sekolah tersebut, bagaimana pandangan anda tentang kasus ini ?

Apabila chatbot tersebut belum mempersiapkan jawaban seperti ini, maka kemungkinan chatbot akan salah memberikan data jawaban,
sehingga chatbot perlu ditraining untuk menyiapkan jawaban atas dugaan korupsi pada sekolah tersebut.
Maka diperlukan untuk membuat intent baru dan identifikasi kata-kata atapun kalimat-kalimat yang bermaksud mengarah pada intent issue tentang penyalahgunaan dana pendidikan.Sampai tahap ini, sudah bisakah pembaca membayangkan bedanya seorang caleg mengandalkan media webste/blog/twitter dengan chatbot ?

Tentu saja media yang sudah exist seperti website/blog/twitter tidak perlu diberhentikan, karena tetap akan berguna, Chatbot sebagai media baru memiliki fitur ideal yaitu dapat menjawab pertanyaan user 24 jam sehari, Dapat dilatih sehingga semakin pintar, semakin menyerupai caleg tersebut. Dalam tahap pertentu, chatbot akan bertindak sebagai juru bicara caleg/politisi tersebut.

Bila memang kelihatannya canggih/awesome/sophisticated, kenapa saat ini jarang ada orang/insitiusi yang menggunakan chatbot ? Permasalahanya adalah karena chatbot masih tergolong penemuan baru, masih sangat kekinian, masih sedikit SDM yang menguasai / memahami teknologi tersebut. Saya memiliki chatbotcaleg.com yaitu website demo penggunaan chatbot untuk caleg tersebut. Pada website tersebut hanya terdapat form chat, berbeda dengan website biasa, tidak ada informasi terpampang disitu,
hanya form chat dimana user bisa bertanya pada Customer services.
ChatbotCaleg.com adalah percobaan aplikasi chatbot untuk mendemokan bahwa sebenarnya, bisa lho seorang caleg menggunakan chatbot,
apakah terlalu berlebihan ? atau memang sudah perlu ?

Menurut saya pribadi sepertinya terlalu berlebihan, karena apa ?
Karena masyarakat saat ini, cukup diberikan sembako murah, kaos gratis, souvenir dan sebagainya. Dengan wajah kita sebagai caleg dan nomor urut, akan lebih mudah penerima sembako,kaos tersebut untuk mengingat siapa kita.
Tanpa harus memberikan informasi siapa kita, apa pendidikan kita, apa pengalaman kerja dan apa prestasi kita, Sepertinya masyarakat tidak perduli. Selama kita menyediakan hadiah, barang murah, mereka akan teringat terus.

Lalu bila faktanya seperti ini, kenapa saya perlu membuat eksperimen chatbot untuk caleg ?
Saya berpikiran seperti ini, ada segelintir masyarakat yang lebih selektif dalam memilih wakilnya, kita perlu tahu latar belakang caleg ini seperti apa, apa pengalaman kerjanya ? apa prestasinya ? apa pengalaman berorganisasi ? apa pandangan caleg ini
tentang issue tertentu, dan hal ini harus dipertanyanyan agar tidak salah memilih. Berapa sih jumlah masyarakat yang seperti ini ? jumlahnya tidak banyak akan tetapi mengalami pertumbuhan setiap tahun akibat pertumbuhan ekonomi yang membaik. Semakin ekonomi membaik, maka akan dihasilkan masyarakat yang semakin cerdas, semakin rasional, semakin terdidik sehingga diperlukan cara-cara baru untuk caleg agar dapat meraih simpati masyarakat.Cara pertama diatas seperti bagi-bagi sembako mungkin masih bisa diterima, tapi tidak menjamin masyarakat tersebut akan memilih caleg tersebut.

Kembali ke pertanyaan: apakah chatbot akan berguna bagi caleg ?
Mungkin akan berguna bagi segelintir masyarakat tertentu , bukan sebagian besar masyarakat saat ini.

Dalam waktu 10-15 tahun, penggunaan chatbot kemungkinan besar akan sangat diperlukan, karena trend saat ini . disamping Industry 4.0 , muncul juga istilah Government 4.0 .
Pembahasan khusus tentang Industry 4.0 ataupun Government 4.0 akan diulas lain kali, langsung ke intinya saja ya. Government 4.0 adalah periode dimana Jalannya Pemerintahan akan dibantu teknologi, sehingga roda pemerintahan akan berjalan secara automatis by mesin cerdas yang belajar terus menerus, cerdas melakukan analisa data, memberikan alternatif keputusan menggunakan teknologi AI (kecerdasan buatan).
Keputusan apakah pemerintah akan mengeluarkan import pada tahun kedua Kuartal ke-3 atau meningkatkan produksi lokal, seberapa banyak jumlah import, seberapa banyak produksi lokal, berapa biaya yang diperlukan ? semua ini akan bergantung kepada data yang terkumpul, diolah oleh machine learning, diprediksi oleh beberapa model algorithma tertentu. Hal seperti ini akan berlangsung realtime, tidak akan ada lagi cerita pemimpin, menteri yang mengaku tertipu oleh data, Karena semua data akan bersifat open/terbuka. Bagaimana bila ada protest dari individu, group , kelompok, company terhadap kebijaksaanaan pemerintah. Kerahkan saja jubir (dalam bentuk chatbot) untuk menjawab protest, keluhan, komplain tersebut. Keputusan akan 100% berdasarkan data. Diperlukan teknologi untuk mengumpulkan data, mengolah data, memprediski berdasarkan data, melakukan keputusan menteri/keputusan presiden dan aturan hukum berdasarkan data. Itulah yang akan terjadi pada Government 4.0 , dan ini akan dlakukan oleh mayoritas pemerintahan di dunia.

Oke, jadi kembali ke pertanyaan diatas: Chatbot ini bergunakah untuk caleg ?
untuk periode 2019-2024 belum akan terlalu berguna, tapi boleh-lha sebagai experiment agar caleg terbiasa menggunakan teknologi terbaru yang akan mendominasi pada 5-10 tahun mendatang.

Silahkan berkunjung ke chatbotcaleg.com untuk melihat demo-nya seperti apakah chatbot tersebut ?

Switch to our mobile site