Projek Ubin : Studi Kasus Blockchain

Sumber : http://www.mas.gov.sg/Singapore-Financial-Centre/Smart-Financial-Centre/Project-Ubin.aspx

Projek Ubin adalah projek yang digagas oleh Monetary Authority of Singapore (MAS) bekerja sama dengan R3 (perusahaan Teknologi Blockchain) beserta konsorsium beberapa institusi keuangan seperti

Bank of America Merrill Lynch, Credit Suisse, DBS Bank, The Hongkong And Shanghai Banking Corporation Limited, J.P. Morgan, Mitsubishi UFJ Financial Group, OCBC Bank, Singapore Exchange, UOB Bank, and BCS Information Systems sebagai penyedia teknologi untuk projek tersebut.

16 November 2016 MAS mengumumkan percobaan menggunakan DLT (Distributed Ledger Technology) untuk melakukan proses payment antar bank . Tujuan dari project Ubin phase 1 ini adalah evaluasi penggunaan tokenized (Singapore Dollar dalam bentuk token) yang menunjang proses pembayaran antar bank . SGD (singapore dollar) dalam DLT adalah tagline / semboyan yang digunakan sebagai konsep utama percobaan teknologi DLT ini. Mata uang Singapore dollar akan diwakilkan dalam bentuk token crypto currency dalam proses pembayaran. Setiap 1 dollar singapore digital token currency yang dibuat akan mewakili 1 dollar singapore mata uang singapore dollar. Token digunakan sebagai coupun yang hanya berfungsi untuk memfasilitasi pembayaran antar bank lokal. Setiap bank yang berpartisipasi memiliki komitmen untuk pledging/redeem (membeli/menukarkan) token SGD dalam bentuk digital currency dengan uang real SGD.

MAS adalah central bank dan finansial regulator berprean sebagai settlement agen, operator dan pengawas pembayaran, clearing dan settlement system di singapore yang fokus pada keamanan dan efisiensi. Projek ubin phase 1 berlangsung 6 minggu sejak 14 november 2016 sampai 23 desember 2016. Pada phase 1 ini MEPS+ (system existing / teknologi yang sudah ada) akan dikoneksikan dengan system DLT. Transfer dana antar bank akan menggunakan teknologi DLT.

Kekurangan system MEPS+ saat ini adalah Replacement Risk (salah satu pihak membatalkan transaksi), Settlement Risk (salah satu pihak gagal menunaikan kewajiban, entah itu membayar atau mengirimkan barang import/export), Inefficient Funding Cost (resiko kegagalan perjanjian pembayaran oleh satu pihak akan memerlukan dana/biaya dan waktu perbaikan pencatatan administrasi) , Reconsiation Cost (biaya rekonsiliasi data antar bank)

R3 dan MAS percaya bahwa DLT menawarkan keunggulan dalam perbaikan keamanan, kecepatan transaksi . Memperbaiki proses transfer lintas negara. Bagaimanakah skenario penerapan implementasi DLT dapat memperbaiki hal ini ?

Sebut saja A yang memiliki Deposito di Bank A, akan mengirimkan 100 dollar SGD kepada B di Bank B. pada system RTGS (real time gross setlement) Bank A akan mengirimkan dahulu dana ke Bank Central lalu dari bank Central akan memerintahkan Bank B untuk menambah dana 100 dollar SGD pada account B di Bank B. Asset pada Bank A akan dikurangi sebanyak 100 dollar SGD.

Pada teknologi DLT, skenario akan berjalan sebagai berikut. A mengirimkan 100 dollar SGD dalam bentuk token langsung (peer-to-peer) kepada B tanpa melalui suatu perantara (bank sentral). B dapat mencairkan token bernilai 100 dollar SGD.

Pertanyaannya siapa yang menerbitkan token tersebut ? Siapa yang memvalidasi ? Siapa yang akan mekanisme apa yang dapat menambah dan mengurangi jumlah token pada bank A dan bank B ?.
Cerita seru dibalik layarnya begini. MAS sebagai bank central menerbitkan token SGD, setiap bank yang berpartisipasi memiliki komitmen/perjanjian membeli/mencairkan token SGD. Token SGD yang beredar di lingkungan bank-bank yang berpartisipasi hanya bisa digunakan untuk tujuan tertentu seperti pembayaran, tidak bisa digunakan untuk hal lain. Ketika nasabah A pada rekening di Bank A mengirimkan 100 dolar SGD ke B di rekening Bank B, maka ada bentuk jumlah 100 dollar SGD yang diwakilkan oleh sebuah Token, yaitu 100 Token SGD pada account blockchain nasabah A di bank A. B sebagai nasabah yang akan menerima dana, juga memiliki account blockchain pada bank B. Jadi ketika proses transfer dari A ke B sejumlah 100 dollar SGD, sesungguhnya teknologi DLT yang mewakili proses transfer ala blockchain ini. Kita tahu pada lingkungan blockchain tidak diperlukan pihak ketiga/penengah, semua proses dilakukan langsung antara 2 pihak. Berbeda dengan proses tranfer konvensional antar bank yang memerlukan bank sentral sebagai pihak yang dipercaya untuk melakukan pengesahan transaksi ini. Pada blockchain, proses pengesahan dilakukan melalui mekanisme algoritma konsensus, entah itu proof of work, proof of stake, proof of delegated stake, proof of authority ataupun proof of lainnya.

Pada kasus project ubin, ada 9 institusi keuangan yang berpartisipasi seperti (1) Bank of America Merrill Lynch, (2) Credit Suisse, (3) DBS Bank, (4) The Hongkong And Shanghai Banking Corporation Limited, (5) J.P. Morgan, (6) Mitsubishi UFJ Financial Group, (7) OCBC Bank, (8) Singapore Exchange, (9) UOB Bank. Jadi kemungkinan ada ratusan node atau ribuan node yang digunakan untuk menunjang teknolog DLT blockchain ini. Data ledger terdistribusi di setiap nodes, akan tetap aman , tidak dapat diubah, akan senantiasa melakukan rekonsiliasi automatis setiap terjadi transaksi. Berbeda dengan system konvensional dimana setiap bank memiliki ledger private, dilindungi oleh system keamanan tercanggih agar mencegah hacker melakukan perubahan data.

6 keunggulan teknologi DLT adalah

(1) Disintermediate. Adalah model peer-to-peer dimana setiap komputer yang terhubung adalah server dan client, meniadakan middleman, memungkinkan transaksi langsung antar 2 pihak tanpa campur tangan pihak penengah.

(2) Secured by cryptography. Mengunakan system public key dan private key, setiap nasabah memiliki account/wallet dalam bentuk public key, untuk melakukan pemindahan dana, nasabah tersebut menggunakan private key sebagai password. Setiap transaksi akan dicatat dalam ledger pada suatu block. Setiap block menyimpan ratusan atau ribuan transaksi. Catatan seluruh transaksi akan di-`hash` dan digunakan sebagai penanda untuk dikaitkan pada block berikutnya. Segala perubahan yang terjadi akan merubah bentuk ‘`hash` sehingga system dapat mengenali bahwa data transaksi pada block ini sedang mengalami perubahan. Block berikutnya yang memiliki kondisi `hash` asli akan menolak block tersebut dan mengembalikan keadaan semula.

(3) Smart contract dan oracle(data). Proses pembayaran dari Nasabah A ke nasabah B dapat diatur melalui kondisi seperti apabila B sudah melakukan delivery kepada A, maka A dapat melakukan `release` payment ke B. bila kondisi tidak dipenuhi pada jangka tertentu, maka tidak ada proses pembayaran.

(4) Immutable, data pada DLT kebal terhadap perubahan, kebal terhadap serangan denial services of attack, kebal fraud dan kebal sensor. Bila data ledger ada disetiap nodes, ada di-ratusan, ribuan atau ratusan ribu komputer, bagaimana cara hacker melakukan usaha perubahan data?, bagaimana cara melakukan ddos attack ?

(5) Realtime settlement. DLT memungkinkan terjadinya transfer seketika, menghilangkan friksi dan mengurangi resiko. Pada teknologi blockchain, mengirikan dana/uang semudah mengirimkan email, terjadi seketika.

(6) Trustless. DLT tidak memerlukan pihak yang dipercaya, agar 2 pihak bersedia bertransaksi, karena system DLT/blockchain sendiri sudah dapat dipercaya / sanggup memfasilitasi transaksi antara 2 pihak tanpa perlu hadir pihak penengah,

Apakah dengan kasus ini , MAS (badan otoritas singapore) sebagai bank sentral tidak lagi diperlukan ? Mengingat 9 bank tersebut dapat saja melakukan transksi tanpa perlu hadir pihak penengah ? Eiitss, salah ambil kesimpulan, karena …coba diingat kembali, bahwa prakrasa/ ide/ gagasan project ubin justru datang dari MAS itu sendiri. MAS (badan otoritas singapore) sebagai bank central singapore justru memanfaatkan teknologi blockchain untuk menerbitkan Token digital currency dollar singapore yang digunakan sebagai perwakilan media transfer real dollar singapore antar bank.. Sehingga ke-9 bank tersebut cukup melakukan pembelian/tarik dana token currency kepada MAS sebagai badan yang mengeluarkan token currency. Dengan uang yang diwakilan oleh Token digital currency ini, maka bank dapat menghemat biaya administrasi transfer, biaya rekonsiliasi pencatatan ledger. Ingat kan, bukan uang realnya yang berpindah, tapi token digital currencynya yang berpindah, dicatat pada distributed legder.

Sampai saat ini project ubin masih berjalan, lanjut ke phase berikutnya. Apakah ada bank sentral di negara tetangga / asia tenggara bersedia melakukan inisiatif uji coba blockchain ?

Switch to our mobile site